Jumat, 15 April 2011
PENULISAN ILMIAH
Tehnik Penulisan Ilmiah Populer PENDAHULUAN Istilah karya ilmiah digunakan untuk sebuah tulisan yang mendalam sebagai hasil mengkaji dengan metode ilmiah. Dalam hal ini bukan berarti bahwa tulisan itu selalu berupa hasil penelitian ilmiah. Sebagai contoh tulisan yang berupa petunjuk teknik atau bahkan cerita pengalaman nyata dan pengalaman biasa, yang bukan hasil penelitian ilmiah tetapi disajikan dalam bentuk yang mendalam sebagai hasil ilmiah. Itulah sebabnya tulisan tentang bagaimana bercocok tanam jagung, pemeliharaan ikan bandeng, proses pembuatan es, dapat disajikan secara ilmiah. Sedangkan istilah tulisan ( karya tulis) dimasukkan, untuk menyatakan karangan yang disusun berdasarkan ide penulisnya yang diperkuat oleh data serta pernyataan dan gagasan orang lain. Itulah sebabnya kita mengenal istilah penulis. Dalam hal ini harus dibedakan antara penulis dengan pengarang. Penulis di samping mengungkapkan ide yang terkandung di dalam dirinya, dapat juga ide tersebut didukung oleh gagasan dan pernyataan orang lain, bahkan kadang-kadang penulis hanya mengkombinasikan pendapat dari banyak orang, serta didukung oleh informasi yang diolah dalam bentuk baru dan utuh. Ciri khas sebuah karya tulis yang disusun berdasarkan metode ilmiah ialah keobyektifan pandangan yang dikemukakan, dan kedalaman makna yang disajikan. Keobyektifan dan kedalaman, dua hal yang senantiasa diusahakan agar tulisan dapat dirasakan ilmiah. Sedangkan pengarang semata-mata mengungkapkan pernyataan dan pendapat berdasar ide yang mencuat dari dalam dirinya, tanpa didukung oleh data dan informasi yang jelas. Sebuah tulisan akan dirasakan ilmiah apabila tulisan itu mengandung kebenaran secara obyektif, karena didukung oleh informasi yang sudah teruji kebenarannya (dengan data pengamatan yang tidak subyektif) dan disajikan secara mendalam, berkat penalaran dan analisa yang mampu menukik ke dasar masalah. Tulisan ilmiah akan kehilangan keilmiahannya apabila yang dikemukakan ilmu (teori dan fakta) pengetahuan saja yang sudah diketahui oleh umum dan berulang kali dikemukakan. Penulisan ilmiah menuntut adanya keterampilan khusus dari penulisannya, karena di samping harus mengumpulkan data, menganalisa data, dengan menggunakan metode ilmiah juga menyajikan dalam bentuk tulisan. Bahasa dalam karya ilmiah dituntut lugas/harfiah makna kata-katanya. Atau boleh dikatakan pembaca tidak menafsirkan arti kata-katanya satu persatu. Itulah sebabnya tulisan ilmiah mengandung makna denotataif. Macam-Macam Penulisan IImiah Hasil dari suatu penelitian dpat ditulis dalam berbagai bentuk tulisan ilmiah seperti karya tulis, paper, report, skripsi atau tesis, desertasi, dan sebagainya. Karyatulis ialah karya ilmiah yang disusun siswa Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA) untuk melengkapi syarat-syarat mengikuti Evaluasi Belajar Tahap akhir (EBTA). Karyatulis harus bersifat pemecahan persoalan dari suatu tema, sehingga kesimpulan-kesimpulan karyatulis memberi sumbangan yang nyata bagi perkembangan hasil pengolahan mengenai suatu hal dengan mempergunakan e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 1 metode-metode ilmiah. Karyatulis harus bertemakan persoalan dalam lingkungan jurusan siswa yang bersangkutan. Paper ialah hasil penelitian ilmiah yang ditulis oleh seseorang sebagai bahan pertanggungjawaban yang dibebankan kepadanya. Kadang-kadang seorang mahasiswa menyusun paper untuk dipertanggungjawabkan kepada dosennya kalau ia ingin lulus dari sesuatu mata kuliah tertentu. Begitu pula kadang-kadang seorang pejabat atau seorang ahli diminta membuat paper untuk bahan seminar atau simposium, kalau ia ditunjuk sebagai pemasaran atau pembahas utama. Report atau laporan, juga merupakan karya tulis dari hasil suatu tugas atau penelitian, yang harus diserahkan pada suatu instansi. Berbeda dengan paper biasanya report kalau sudah diserahkan tidak lagi dipertanggungjawabkan. Khusus bagi lingkungan perguruan tinggi report ini biasanya diminta dari hasil kerja mahasiswa sesuai dengan profesi atau spesialisasinya masing-masing. Skripsi dan tesis sebenarnya sama, hanya istilahnya saja yang berbeda. Tetapi ada beberapa pihak yang sengaja membedakan antara skripsi dengan tesis, dengan alasan isi dan mutu tesis harus lebih baik daripada skripsi. Oleh sebab itu skripsi dianggap sebagai tulisan ilmiah yang merupakan bagian dari syarat-syarat untuk meraih gelar sarjana muda, dari suatu perguruan tinggi. Sedangkan tesis dianggap sebagai tulisan ilmiah yang merupakan bagian dari syarat-syarat ujian untuk mencapai gelar sarjana lengkap, dari suatu perguruan tinggi buah skripsi hendaknya mahasiswa bahwa melaksanakan penelitian empiris, dan untuk menyusun tesis hendaknya mahasiswa mengadakan penelitian yang bersifat studi eksperimental. Analisa statistik akhir-akhir ini juga sering digunakan baik pada skripsi maupun pada tesis. Desertasi yaitu suatu tulisan ilmiah yang biasaya dipergunakan oleh seseorang untuk memperoleh gelar doktor dalam suatu cabang ilmu pengetahuan. Desertasi ini biasanya dipertahankan oleh penyusun promovendus di depan para guru besar dari suatu lingkungan perguruan tinggi. Dalam hubungan ini biasanya promenvendus biasanya didampingi oleh suatu konsultan yang biasanya disebut promotor dan seorang pembantu konsultan yang disebut co-promotor. Memilih Tema Pertama-tama yang perlu dipersiapkan sebelum menulis yaitu menentukan tema. Pokok persoalan yang akan ditulis harus jelas agar nantinya di dalam mengerjakannya tidak salah tafsir dan salah dalam mengumpulkan data serta arah tulisan tersebut. Mengenai tema tulisan, memang kadang- kadang kita harus menentukan sendiri tetapi juga tidak jarang yang mendapat pesanan dari pembimbing, lengkap dengan topiknya. Menurut arti katanya tema berarti subyek atau pokok pembicaraan. Tema adalah suatu pemberitaan yang khusus, sebuah pengalaman, proses, atau sebuah ideo di dalam karya ilmiah (termasuk karya tulis) tema selalu menjadi judul karya tersebut. Mengenai tema atau pokok persoalan mana yang akan ditulis, sebenarnya sumber-sumber ada di sekitar kita menyediakan bahan yang tidak akan habis untuk kita tulis. Segala sesuatu yang menarik perhatian kita, pengalaman dimasa lampau atau masa kini dapat dijadikan tema tulisan. Beberapa jenis tema yang biasa dipakai dalam penulisan ialah autobiografi, atau tulisan-tulisan yang bersifat deskriptif-neratif lainnya. Apabila kita memilih tema ekspositoris (yang bersifat informatif) maka tema tersebut akan diuraikan dalam suatu proses, misalnya bagaimana memimpin perusahaan, bagaimana beternak kelinci, bagaimana menanam jamur, dan sebagainya. e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 2 Bagi suatu tulisan ilmiah topik haruslah dibatasi, baik ruang lingkup (scope) maupun istilah yang dipakainya semakin sempit ruang lingkup permasalahannya, menjadi semakin menguntungkan karena akan semakin mudah didalam mempertanggung jawabkannya. Di dalam memilih tema hendaknya kita memperhatikan beberapa pedoman seperti dibawah ini ; 1. Tema hendaknya sesuai dengan profesi/spesialisasi kita masing-masing. 2. Tema hendaknya dipilih dari masalah yang aktual supaya selalu menarik. 3. Sesuatu tema tulisan hendaknya mempunyai ruang lingkup dan masalah yang terbatas, makin sempit ruang lingkup makin baik. 4. Pilihlah tema yang bahan-bahan mudah diperoleh dan dapat dikuasai. 5. Tiap-tiap istilah yang di anggap penting dalam judul tulisan (yang merupakan cerminan tema) haruslah diberi batasan arti supaya tidak timbul penafsiran yang salah dari pihak lain. Di pihak lain, tema yang baik haruslah mempunyai ciri-ciri positif sebagai berikut : 1. Kejelasan Kejelasan merupakan hal yang esensial bagi sebuah tulisan yang baik. Kejelasan dapat dilihat dari ide sentralnya, melalui subordinasinya, maupun kalimat-kalimatnya. Struktur kalimat harus matang dan bervariasi, karena dengan demikian tampak bahwa penulisannya telah memikirkan sematang- matangnya sampai kepada kalimat-kalimatnya. 2. Kesatuan dan Keharmonisan Sebuah tulisan yang baik harus tetap membatasi dirinya dalam mengemukakan ide tunggal, sehingga karena ia bertolak dari ide tunggal maka pembaca-pembaca justru dapat menyimpulkan karangan itu dalam sebuah kalimat tunggal. 3. Kesalahan yang seeing dibuat adalah mengenai perkembangan. Kesatuan dapat dicapai dengan beberapa latihan singkat, tetapi membuat perincian sedetil-detailnya merupakan hal yang sangat sulit. Penulis tentu tahu tentang masalah yang ditulisnya, tetapi pembaca belum tentu dapat memahami maksud pengarang. Itulah sebabnya diperlukan adanya perincian-perincian yang konkrit dan teratur dari pokok-pokok persoalan tersebut. 4. Keaslian Tema yang baik harus mengandung keaslian. Keaslian mungkin terletak pada topiknya, segi pandangannya, tetapi dapat juga terdapat dalam pendekatannya dalam rangkaian kalimat-kalimat atau pilihan judulnya. Merencanakan Penulisan Ilmiah Seorang Insiyur teknik sipil yang akan membangun jembatan atau gedung, ia akan membutuhkan sebuah perencanaan yang serius. Demikian Juga seorang penulis sebelum ia melakukan tugasnya hendaklah merencanakan segala sesuatu berkenaan karyanya. Agar pembicaraan menjadi teratur diperlukan suatu susunan atau yang lebih dikenal dengan sistematika. Untuk itu, sebelum mulai menulis baiklah dibuat lebih dahulu garis besar karangan. Garis besar karangan, yang didalam bahasa lnggris disebut 'Outline" yang dianggap sebagai rencana kerja sebelum penulis mulai melangkah. dapat menolong penulis menyusun pikirannya. Seorang penulis profesional memang tidak membutuhkan lagi garis besar, mereka terus menghadapi mesin ketik dan yang hendak ditulisnya seakan meluncur begitu saja, tanpa tersendat-sendat. Akan tetapi jumlah mereka tidaklah banyak. Pada umumnya kita membutuhkan waktu berhari-hari, bahkan berbulan-bulan untuk e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 3 melahirkan sebuah karya. Dalam hal ini garis besar sangat menolong sekali, teristimewa lagi bagi penulis pemula. Garis besar, yang boleh dikatakan bagian umum suatu rencana, kelak setelah karya tersebut selesai sejajar dengan isi atau malah menjadi "daftar isi" karangan tersebut. Kegunaan Garis Besar : 1. Dengan membuat garis besar maka akan kelihatan maksud tulisan tersebut, atau jika maksud tersebut telah ditetapkan dalam pikiran maka kita harus mengarah pada tujuan yang hendak dicapai. 2. Dari garis besar akan kelihatan juga penentuan persoalan dan pembatasannya. 3. Garis-garis juga memberikan kemungkinan untuk kalimat hal-hal apa (misalnya buku-buku bacaan) yang diperlukan untuk menulis, atau hendaknya apa yang diperlukan, serta metode yang sesuai untuk memecahkan persoalan tersebut. 4. Garis besar memungkinkan kita meninjau perimbangan bab-bab atau bagian-bagian dalam karangan tersebut. Kita dapat merencanakan berapa halaman panjangnya, menurut suatu perimbangan yang baik. 5. Garis besar memperlihatkan juga pemecahan persoalan (kesimpulan) 6. Dengan menghadapi sebuah garis besar penulis dapat melihat dengan jelas matei-matei yang diperlukan, serta materi-materi yang telah diperoleh harus dimasukkan dalam bab-bab yang mana. Dengan demikian nantinya sebuah karya ( karangan) akan kelihatan teratur, mempunyai hubungan timbal balik, dan tepat pada sasarannya. Kita mengenal bermacam-macam garis besar. Namun didalam karangan ini disebutkan dua macam, yaitu garis besar ringkas dan garis besar terurai. Contoh garis besar terurai ; 1. Pengertian koran masuk desa a. KMD sebagai sarana informasi, pendidikan, dan sosial kontrol b. KMD bukan berarti koran dibagikan pada masyarakat desa 2. KMD ( Koran Masuk Desa) sebagai sarana pembangunan a. Usaha merangsang masyarkat pedesaan untuk membangun b. Menjadikan desa sebagai subyek 3. KMD sebagai arena promosi pembangunan a. Apa yang dimuat dalam KMD b. Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membangun. Contoh-contoh Garis besar ringkas : 1. KMD - pengertiaannya a. Sarana informasi, pendidikan, dan sosial kontrol b. Bukan berarti dibagi-bagikan 2. KMD - sebagai pembangunan a. Merangsang masyarakat b. Menjadikan subyek 3. KMD - arena promosi a. Apa yang dimuat b. Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat. 4. Kesimpulan. Melihat kedua contoh di atas jelas bahwa antara garis besar terurai dengan garis besar ringkas lebih menguntungkan garis besar terurai. Di satu pihak garis besar terurai merupakan kalimat-kalimat selesai, sehingga nantinya di dalam mengerjakannya tidak akan timbul keragu-raguan lagi. Di pihak lain garis besar ringkas hanya tercantum kepala-kepala persoalan yang memungkinkan kita tidak ingat lagi dalam waktu beberapa hari saja. Itulah sebabnya garis besar terurai di dalam merencanakan karya ilmiahnya. e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 4 Oleh sebab itu sebagai penulis katakan di atas bahwa garis besar adalah sesuatu yang dapat menolong pengarang/penulis didalam jalan pikirannya. maka garis besar selamanya dapat diubah. dan kalau perlu dirombak . apabila tidak sesuai dengan jalan pikiran kita. Itulah sebabnya kadang-kadang kita membuat garis besar/outline yang baru setelah karya tersebut selesai kita kerjakan. Sekali lagi jangan dilupakan bahwa garis besar hanyalah alat penolong, bukan tujuan. Syarat-syarat garis besar yang baik Sebelum kita melangkah pada masalah bagaimana kita memperoleh data untuk penyusunan penulsan ilmiah. sebaiknya kita membicarakan tentang garis besar outline yang baik. Sebenarnya di dalam membicarakan perencanaan garis besar telah disinggung pula mengenai persyaratan untuk menyusun garis besar. Tetapi untuk mendapatkan gambaran secara khusus maka hal itu akan kita bicarakan secara tersendiri. Lepas dari besar kecilnya garis besar yang dibuat. sebuah garis besar/outline haruslah memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut: a. Tiap unit (satuan) garis besar harus mengandung hanya satu ide. Di dalam tiap unit garis besar tidak boleh memiliki lebih dari satu ide pokok. Akibatnya tidak boleh ada pokok yang terdiri atas dua kalimat atau topik. Kalau terjadi maka ide pokok tersebut haruslah dipecah ke dalam dua topik atau dua kalimat. Apabila dua ide pokok tersebut dibiarkan dalam satu unit maka hubungan strukturnya tidak akan tampak jelas. Oleh sebab itu kalau terjadi hal yang demikian maka garis besar tersebut harus segera direvisi (diperbaiki). Bila kedua ide tersebut berada dalam situasi yang setara, maka masing-masingnya harus ditempatkan pada urutan simbol yang sama derajatnya. Namun apabila berbeda maka ide-ide tersebut haruslah ditempatkan dalam simbol yang berbeda derajatnya. Agar memperoleh gambaran secara nyata maka perhatikan contoh berikut : Tema a. Kekerasan hidup 1. Manusia dalam proses pencarian identitas dirinya. 2. Kesulitan manusia dalam berhubungan dengan sesamanya. b. Keingintahuan manusia terhadap segala sesuatu 1. Segala yang dipikirkan orang lain 2. Apa yang dirasakan oleh orang lain c. Pokok-pokok dalam garis besar harus disusun secara logis. Persoalan-persolan atau fakta-fakta yang dicatat dibawah judul utama haruslah merupakan bawahan langsung dan tidak boleh sama pentingnya dengan judul utamanya. Hal ini dimaksudkan agar pembicaraan dalam bab-bab tersebut mengarah pada sasarannya. Demikian juga tiap pokok tambahan haruslah secara langsung menunjang atau mendukung dan memperkuat pokok yang penting, sehingga urut-urutannya logis. Perhatikan contoh dibawah ini : e-USU Repository © 2004 Universitas Sumatera Utara 5Salah Benar I.KUD berazaskan gotong royong dan kekeluargaan A. Mewajibkan para anggotanya untuk membayar iuran pokok, wajib dan sukarela. II. Meningkatkan taraf hidup anggotanya. III. Menyadarkan masyarakat untuk saling membantu. A. Keuntungannya dibagi – bagikan anggotanya. B. Memberikan kesadaran untuk tidak menggantungkan dirinya pada orang lain. 1. Mudah mendapatkan pinjaman 2. Bunganya kecil 3. Tidak berbelit – belit. I. KUD membawa manfaat langsung bagi para anggotanya. A. Meningkatnya taraf hidupnya B. Menyadarkan kepentingannya arti gotong royong dan kekeluargaan II. KUD membawa manfaat tidak langsung bagi para anggotanya. A. Menyadarkan anggotanya agar tidak menjadi permainan lintah darat B. Menyadarkan anggotanya agar tidak menggantungkan dirinya pada orang lain. SUMBER : SUWARDI LUBIS, FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KARYA ILMIAH
KARYA ILMIAH A. Pengertian karangan ilmiah “Suatu karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/ keilmiahannya.”—Eko Susilo, M. 1995:11 Tujuan karangan ilmiah, antara lain: memberi penjelasan, memberi komentar atau penilaian, memberi saran, menyampaikan sanggahan, serta membuktikan hipotesa. Jenis karangan ilmiah, diantaranya makalah, skripsi, tesis, disertasi dan laporan penelitian. Kalaupun jenisnya berbeda-beda, tetapi keempat-empatnya bertolak dari laporan, kemudian diberi komentar dan saran. Perbedaannya hanya terletak pada kekompleksannya. B. Ciri-ciri Karangan ilmiahKarangan ilmiah mempunyai beberapa ciri, antara lain: 1. Kejelasan. Artinya semua yang dikemukakan tidak samar-samar, pengungkapan maksudnya tepat dan jernih. 2. Kelogisan. Artinya keterangan yang dikemukakan masuk akal. 3. Kelugasan. Artinya pembicaraan langsung pada hal yang pokok. 4. Keobjektifan Artinya semua keterangan benar-benar aktual, apa adanya. 5. Keseksamaan Artinya berusaha untuk menghindari diri dari kesalahan atau kehilafan betapapun kecilnya. 6. Kesistematisan Artinya semua yang dikemukakan disusun menurut urutan yang memperlihatkan kesinambungan. 7. Ketuntasan. Artinya segi masalah dikupas secara mendalam dan selengkap-lengkapnya. C. Syarat Karangan Ilmiah Suatu karangan dari hasil penelitian, pengamatan, ataupun peninjauan dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat sebagai berikut : 1. penulisannya berdasarkan hasil penelitian; 2. pembahasan masalahnya objektif sesuai dengan fakta; 3. karangan itu mengandung masalah yang sedang dicari pemecahannya; 4. baik dalam penyajian maupun dalam pemecahan masalah digunakan metodetertentu; 5. bahasa yang digunakan hendaklah benar, jelas, ringkas, dan tepat sehingga tidak terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk salah tafsir (dihindarkan dari penggunaan bahasa yang maknanya bersifat konotasi/ambigu). Melihat persyaratan di atas, seorang penulis karangan ilmiah hendaklah memilikiketrampilan dan pengetahuan dalam bidang : 1. masalah yang diteliti,2. metode penelitian,3. teknik penulisan karangan ilmiah,4. penguasaan bahasa yang baik. D. Bentuk Karangan Ilmiah · Makalah Makalah ialah karya tulis ilmiah yang menyajikan masalah atau topik dan dibahas berdasarkan data di lapangan atau kepustakaan; data itu bersifat empiris dan objektif. Jumlah halaman untuk makalan minimal 10 halaman. Ada dua macam makalah atau kertas kerja: (a) makalah riset/makalah referensi/makalah perpustakaan Riset praktis adalah KTI yang ditulis dengan mencari informasi-informasi yang telah terekam dari mana saja, lalu diolah kembali dengan analisis, sintesis dan interpretasi yang baru. Riset orijinal atau asli adalah KTI yang membangun pengetahuan baru dan menjadi informasi baru bagi setiap orang dengan telah mengadakan riset praktis terlebih dahulu, yang kemudian diikuti dengan pengumpulan data empiris di lapangan. Ada dua macam riset asli menurut pendekatannya, yaitu yang berpendekatan kuantitatif dan kualitatif. Riset asli dengan pendekatan kuantitatif Ditulis menurut pendekatan deduktif-induktif. Artinya secara deduktif penulis merumuskan dugaan-dugaan sementara atau hipotesis setelah didukung dengan penelitian praktis, yaitu pada saat melaksanakan kajian pustaka. Dugaan sementara itu melibatkan variable-variabel yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka-angka. Hipotesis itu lalu diuji dengan empiris dengan bantuam prosedur statistik. Riset asli dengan berpendekatan kualitatif Digunakan terutama untuk memahami persoalan sosial atau persoalan yang dihadapi umat manusia dengan membangun sebuah gambaran keadaan dengan kompleks dan holistik dalam bentuk cerita. Di dalam cerita itu pandangan responden dilaporkan dengan rinci, demikian pula dengan latar alamiah tempat data diperoleh. KTI riset kualitatif dikembangkan secara induktif. Pandangan responden menjadi komponen yang sangat dominan dalam substansi KTI riset kualitatif. Hal ini berbeda dari substansi KTI riset kuantitatif yang dicetuskan dari identifikasi dan rumusan masalah yang dibuat oleh peneliti. (b) makalah kritis. Dalam kajian ilmiah, kritis berarti tindakan untuk membuat keputusan yang dapat memilah-milahkan, menilai, atau membuat interpretasi tentang kejadian atau sebuah karya dalam dunia seni, sastra, filsafat, sosial, sains dan sebagainya. Tidak jarang makalah kritis adalah makalah yang kontroversial karena makalah kritis itu memberi evaluasi atas sebuah karya. Tidak selamanya pencipta karya dan pendukungnya dapat menerima evaluasi yang kurang menyenangkan. Untuk menghindari kontroversi yang tak sehat, penulis perlu jujur secara intelektual; menghindari ungkapan-ungkapan yang emosional; tidak menyampaikan informasi yang hanya benar sebagian, dan menjaga jalan pikiran dengan teratur. · Kertas kerja Kertas kerja ialah karya tulis ilmiah yang bersifat lebih mendalam daripada makalah dengan menyajikan data di lapangan atau kepustakaan; data itu bersifat empiris dan objektif. Jumlah halaman untuk kertas kerja minimal 40 halaman. · Skripsi Skripsi ialah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain (karya ilmiah S I). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar sarjana. Langsung (observasi lapangan) skripsi tidak langsung (studi kepustakaan). Jumlah halaman untuk skripsi minimal 60 halaman · Tesis Tesis ialah karya tulis ilmiah yang mengungkapkan pengetahuan baru dengan melakukan pengujian terhadap suatu hipotesis. Tesis ini sifatnya lebih mendalam daripada skripsi (karya ilmiah S II). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar magister. Jumlah halaman untuk Tesis minimal 80 halaman · Disertasi Disertasi ialah karya tulis ilmiah yang mengemukakan teori atau dalil baru yang dapat dibuktikan berdasarkan fakta secara empiris dan objektif (karya ilmiah S III). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar doktor. Jumlah halaman untuk Disertasi minimal 250 halaman. E. Ragam ilmiah Bahasa ragam ilmiah merupakan ragam bahasa berdasarkan pengelompokkan menurut jenis pemakaiannya dalam bidang kegiatan sesuai dengan sifat keilmuannya. Dalam penggunaanya, ragam ilmiah harus memenuhi syarat diantaranya benar (sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku), logis, cermat dan sistematis. Adapun ciri-ciri yang terlihat pada ragam ilmiah, antara lain, seperti berikut ini: · Pertama, baku. Struktur bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku, baik mengenai struktur kalimat maupun kata. Demikian juga, pemilihan kata istilah dan penulisan yang sesuai dengan kaidah ejaan. · Kedua, logis. Ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa Indonesia ragam ilmiah dapat diterima akal. Contoh: “Masalah pengembangan website harus kita tingkatkan.”Ide kalimat di atas tidak logis. Pilihan kata “masalah’, kurang tepat. Pengembangan website mempunyai masalah kendala. Tidak logis apabila masalahnya kita tingkatkan. Kalimat di atas seharusnya “Pengembangan website harus kita tingkatkan.” · Ketiga, kuantitatif. Keterangan yang dikemukakan pada kalimat dapat diukur secara pasti. Perhatikan contoh ini : “Pemegang jabatan tinggi di perusahaan itu “kebanyakan” lulusan Universitas Gunadarma.”Arti kata kebanyakan relatif, mungkin bisa 5, 6 atau 10 orang. Jadi, dalam tulisan ilmiah tidak benar memilih kata “kebanyakan” kalimat di atas dapat kita benahi menjadi “Pemegang jabatan tinggi di perusahaan itu lima diantaranya adalah lulusan Universitas Gunadarma.” · Keempat, tepat. Ide yang diungkapkan harus sesuai dengan ide yang dimaksudkan oleh pemutus atau penulis dan tidak mengandung makna ganda. Contoh: “Komputer laboratorium yang sudah rusak itu sedang diperbaiki.”Kalimat tersebut, mempunyai makna ganda, yang rusaknya itu mungkin komputer, atau mungkin juga laboratorium. · Kelima, denotatif yang berlawanan dengan konotatif. Kata yang digunakan atau dipilih sesuai dengan arti sesungguhnya dan tidak diperhatikan perasaan karena sifat ilmu yang objektif. · Keenam, runtun. Ide diungkapkan secara teratur sesuai dengan urutan dan tingkatannya, baik dalam kalimat maupun dalam alinea atau paragraf adalah seperangkat kalimat yang mengemban satu ide atau satu pokok bahasan. F. Perbedaan makalah dan kertas kerja Makalah sebenarnya sama dengan kertas kerja. Perbedaannya adalah kertas kerja itu dikerjakan dengan lebih serius dibanding makalah, dan disampaikan di forum-forum ilmiah maupun praktisi yang lebih besar. Makalah lebih banyak ditulis oleh siswa dan mahasiswa dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah. Biasanya makalah atau kertas kerja ditulis setebal 15 halaman, walaupun ada juga makalah yang setebal 30 halaman. Artikel ilmiah adalah makalah atau kertas kerja yang dipublikasikan di jurnal. G. Perbedaan Skripsi, Tesis dan Disertasi Skripsi, tesis dan disertasi adalah KTI dalam suatu bidang studi yang masing-masing ditulis oleh mahasiswa program S1, S2 dan S3. Perbedaan ketiganya secara relatif disebabkan oleh kedalaman, keluasan, dan sifat temuan yang lebih asli atau kurang asli, serta kekritisan dalam membahas pendapat orang lain. Temuan pada disertasi dituntut lebih asli dibanding temuan pada tesis dan skripsi. Demikian pula, temuan pada tesis diharapkan lebih asli dibanding temuan pada skripsi. Disertasi dituntut untuk sangat kritis dalam membahas temuan-temuan atau teori-teori yang lain, dan dapat secara tegas menunjukkan posisinya ketika membahas dan mengevaluasi temuan-temuan lain sebelumnya. Disertasi itu biasanya wajib mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dan dengan analisis yang terinci. H. Persamaan skripsi, tesis dan disertasi Skripsi, tesis dan disertasi adalah KTI yang merupakan riset asli. Skripsi, tesis dan disertasi ditulis dengan terlebih dahulu melakukan riset praktis atau kajian kepustakaan. Karena ketiganya merupakan laporan penelitian lapangan dengan cara mengumpulkan data empiris dari lapangan, ketiganya juga merupakan KTI riset asli. i. Perbedaan Skripsi, tesis dan disertasi dengan makalah dan kertas kerja Skripsi, tesis dan disertasi berbeda dari makalah biasa karena ketiganya perlu dipertahankan di hadapan dewan penguji, dan penulisannya mendapatkan pembimbingan. Daftar Pustaka 1. Dra. Ny. A Subantari R, Drs. Amas Suryadi. Drs. K. Zainal Muttaqin. “Bahasa Indonesia dan Penyusunan Karangan Ilmiah.” Bandung: IAIN Sunan Gunung Djati, 1998.2. Drs. Sutedja Sumadipura, Dra. Harmoni Syam. “Mampu Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi.” Bandung: 1996.3. Drs. M.E. Suhendar, M.Pd. “Pengajaran dan ujian Keterampilan Membaca dan Ketrampilan Menulis.” Dikutip dari Blog Hamdani Mulya
INDUKTIF DAN DEDUKTIF
PENALARAN DEDUKTIF DAN INDUKTIFPenalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan.Agar pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran tersebut mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara dan prosedur tertentu. Penarikan kesimpulan dari proses berpikir dianggap valid bila proses berpikir tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut sebagai logika .Logika dapat didiefinisikan secara luas sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid. Dalam penalaran ilmiah, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif berkaitan erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata yang sifatnya khusus dan telah diakui kebenarannya secara ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari kasus yang sifatnya umum menjadi sebuah kesmpulan yang ruang lingkupnya lebih bersifat individual atau khusus. A.Penalaran Induktif Penalaran yang bertolak dari penyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum.Bentuk-bentuk Penalaran Induktif :a) Generalisasi :Proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum Contoh generalisasi : v Jika dipanaskan, besi memuai.Jika dipanaskan, tembaga memuai.Jika dipanaskan, emas memuai.Jika dipanaskan, platina memuaiJadi, jika dipanaskan, logam memuai. v Jika ada udara, manusia akan hidup.Jika ada udara, hewan akan hidup.Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.Jadi, jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.b) Analogi :Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.Contoh analogi :Nina adalah lulusan Akademi Amanah.Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.Ali adalah lulusan Akademi Amanah.Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.c) Hubungan kausal :penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.Macam hubungan kausal : 1) Sebab- akibat.Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir. 2) Akibat – Sebab.Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik. 3) Akibat – Akibat.Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah. Induksi merupkan cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataaann-pernyataan yang ruang lingkupnya khas dan terbatas dalam menysusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.Misalkan kita mempunyai fakta bahwa katak makan untuk mempertahankan hidupnya, ikan , sapi, dan kambing juga makan untuk mempertahankan hidupnya, maka dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa semua hewan makan untuk mempertahankan hidupnya.Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua keuntungan. Keuntungan yang pertama adalah pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis, maskudnya melalui reduksi terhadap berbagai corak dan sekumpulan fakta yang ada dalam kehidupan yang beraneka ragam ini dapat dipersingkat dan diungkapkan menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah sekedar koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan juga fakta-fakta tersebut.Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari objek tertentu melainkan menekankan kepada strukstur dasar yang menyangga wujud fakta. Sebagai contoh, bagaimanapun lengkapnya dan cermatnya sebuah pernyataan dibuat untuk mengungkapkan betapa nikmatnya hubungan intim dirasakan seorang wanita atas keinginan suka sama suka dan perihnya hubungan intim karena pemerkosaan, tidak mungkin dapat merreproduksikan hal itu.Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa hubungan intim atas dorongan suka sama suka indah, nikmat, dan hubungan intim karena pemerkosaan sangatlah menyakitkan. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis. Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersifat umum adalah dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Misalkan dari contoh sebelumnya bahwa kesimpulan semua hewan perlu makan untuk mempertahankan hidupnya, kemudian dari kenyataan bahwa manusia juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya, maka dapat dibuat lagi kesmpulan bahwa semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidupnya. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang main lama makin bersifat fundamental. B. Penalaran Deduktif Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif.Deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.Penarikkan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi1) premsi mayor dan2) premis minor.Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersbut. Penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penarikan tidak langsung ditarik dari dua premis. Penarikan secara langsung ditarik dari satu premis.Dari contoh sebelumnya misalkan kita menyusun silogisme sebagai berikut.v Semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahanka hidupnya (Premis mayor) v Joko adalah seorang mahluk hidup (Premis minor) v Jadi, Joko perlu makan untuk mempertahakan hidupnya (Kesimpulan) Kesimpulan yang diambil bahwa Joko juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya.Pertanyaan apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada kebenaran premis-premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulannya itu salah, meskipun kedua kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikkan kesimpulannya tidak sah. Dengan demikian maka ketepatan penarkkan kesimpulan tergantung dari tiga hal yaitu:1) kebenaran premis mayor,2) kebenaran premis minor, dan3) keabsahan penarikan kesimpulan.Apabila salah satu dari ketiga unsur itu persyaratannya tidak terpenuhi dapat dipastikan kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif. C. Korelasi Penalaran Deduktif dan Induktif Kedua penalaran tersebut seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan.Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika. Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai berikut :v The Felt Need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatuØ kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut. v The Problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap theØ felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya. v The Hypothesis, yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang bergunaØ untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis. v Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalahØ hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi. v Concluding Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. BerdasarkanØ hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.v General Value of The Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isiØ kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.Proses maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada berbagai proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan dalam berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Apabila salah satu dari langkah-langkah itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan, maka sebesar itu pula nilai ilmiah telah dilupakan dalam proses berpikir ini. SUMBER : rom wandykumis’s blog
INDUKTIF DAN DEDUKTIF
PENALARAN DEDUKTIF DAN INDUKTIFPenalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan.Agar pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran tersebut mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara dan prosedur tertentu. Penarikan kesimpulan dari proses berpikir dianggap valid bila proses berpikir tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan ini disebut sebagai logika .Logika dapat didiefinisikan secara luas sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid. Dalam penalaran ilmiah, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika deduktif. Logika induktif berkaitan erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata yang sifatnya khusus dan telah diakui kebenarannya secara ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari kasus yang sifatnya umum menjadi sebuah kesmpulan yang ruang lingkupnya lebih bersifat individual atau khusus. A.Penalaran Induktif Penalaran yang bertolak dari penyataan-pernyataan yang khusus dan menghasilkan simpulan yang umum.Bentuk-bentuk Penalaran Induktif :a) Generalisasi :Proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum Contoh generalisasi : v Jika dipanaskan, besi memuai.Jika dipanaskan, tembaga memuai.Jika dipanaskan, emas memuai.Jika dipanaskan, platina memuaiJadi, jika dipanaskan, logam memuai. v Jika ada udara, manusia akan hidup.Jika ada udara, hewan akan hidup.Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.Jadi, jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.b) Analogi :Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.Contoh analogi :Nina adalah lulusan Akademi Amanah.Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik.Ali adalah lulusan Akademi Amanah.Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.c) Hubungan kausal :penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan.Macam hubungan kausal : 1) Sebab- akibat.Hujan turun di daerah itu mengakibatkan timbulnya banjir. 2) Akibat – Sebab.Andika tidak lulus dalam ujian kali ini disebabkan dia tidak belajar dengan baik. 3) Akibat – Akibat.Ibu mendapatkan jalanan di depan rumah becek, sehingga ibu beranggapan jemuran di rumah basah. Induksi merupkan cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual.Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataaann-pernyataan yang ruang lingkupnya khas dan terbatas dalam menysusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.Misalkan kita mempunyai fakta bahwa katak makan untuk mempertahankan hidupnya, ikan , sapi, dan kambing juga makan untuk mempertahankan hidupnya, maka dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa semua hewan makan untuk mempertahankan hidupnya.Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua keuntungan. Keuntungan yang pertama adalah pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis, maskudnya melalui reduksi terhadap berbagai corak dan sekumpulan fakta yang ada dalam kehidupan yang beraneka ragam ini dapat dipersingkat dan diungkapkan menjadi beberapa pernyataan. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia bukanlah sekedar koleksi dari berbagai fakta melainkan esensi dan juga fakta-fakta tersebut.Demikian juga dalam pernyataan mengenai fakta yang dipaparkan, pengetahuan tidak bermaksud membuat reproduksi dari objek tertentu melainkan menekankan kepada strukstur dasar yang menyangga wujud fakta. Sebagai contoh, bagaimanapun lengkapnya dan cermatnya sebuah pernyataan dibuat untuk mengungkapkan betapa nikmatnya hubungan intim dirasakan seorang wanita atas keinginan suka sama suka dan perihnya hubungan intim karena pemerkosaan, tidak mungkin dapat merreproduksikan hal itu.Pengetahuan cukup puas dengan pernyataan elementer yang bersifat kategoris bahwa hubungan intim atas dorongan suka sama suka indah, nikmat, dan hubungan intim karena pemerkosaan sangatlah menyakitkan. Pernyataan seperti ini sudah cukup bagi manusia untuk bersifat fungsional dalam kehidupan praktis dan berpikir teoritis. Keuntungan yang kedua dari pernyataan yang bersifat umum adalah dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara induktif maupun deduktif. Secara induktif maka dari berbagai pernyataan yang bersifat umum dapat disimpulkan pernyataan yang bersifat lebih umum lagi. Misalkan dari contoh sebelumnya bahwa kesimpulan semua hewan perlu makan untuk mempertahankan hidupnya, kemudian dari kenyataan bahwa manusia juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya, maka dapat dibuat lagi kesmpulan bahwa semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahankan hidupnya. Penalaran seperti ini memungkinkan disusunnya pengetahuan secara sistematis yang mengarah kepada pernyataan-pernyataan yang main lama makin bersifat fundamental. B. Penalaran Deduktif Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari penalaran induktif.Deduksi adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.Penarikkan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme. Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi1) premsi mayor dan2) premis minor.Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersbut. Penarikan kesimpulan secara deduktif dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penarikan tidak langsung ditarik dari dua premis. Penarikan secara langsung ditarik dari satu premis.Dari contoh sebelumnya misalkan kita menyusun silogisme sebagai berikut.v Semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahanka hidupnya (Premis mayor) v Joko adalah seorang mahluk hidup (Premis minor) v Jadi, Joko perlu makan untuk mempertahakan hidupnya (Kesimpulan) Kesimpulan yang diambil bahwa Joko juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya.Pertanyaan apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada kebenaran premis-premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulannya itu salah, meskipun kedua kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikkan kesimpulannya tidak sah. Dengan demikian maka ketepatan penarkkan kesimpulan tergantung dari tiga hal yaitu:1) kebenaran premis mayor,2) kebenaran premis minor, dan3) keabsahan penarikan kesimpulan.Apabila salah satu dari ketiga unsur itu persyaratannya tidak terpenuhi dapat dipastikan kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif. C. Korelasi Penalaran Deduktif dan Induktif Kedua penalaran tersebut seolah-olah merupakan cara berpikir yang berbeda dan terpisah. Tetapi dalam prakteknya, antara berangkat dari teori atau berangkat dari fakta empirik merupakan lingkaran yang tidak terpisahkan.Kalau kita berbicara teori sebenarnya kita sedang mengandaikan fakta dan kalau berbicara fakta maka kita sedang mengandaikan teori. Dengan demikian, untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah kedua penalaran tersebut dapat digunakan secara bersama-sama dan saling mengisi, dan dilaksanakan dalam suatu ujud penelitian ilmiah yang menggunakan metode ilmiah dan taat pada hukum-hukum logika. Upaya menemukan kebenaran dengan cara memadukan penalaran deduktif dengan penalaran induktif tersebut melahirkan penalaran yang disebut dengan reflective thinking atau berpikir refleksi. Proses berpikir refleksi ini diperkenalkan oleh John Dewey (Burhan Bungis: 2005; 19-20), yaitu dengan langkah-langkah atau tahap-tahap sebagai berikut :v The Felt Need, yaitu adanya suatu kebutuhan. Seorang merasakan adanya suatuØ kebutuhan yang menggoda perasaannya sehingga dia berusaha mengungkapkan kebutuhan tersebut. v The Problem, yaitu menetapkan masalah. Kebutuhan yang dirasakan pada tahap theØ felt need di atas, selanjutnya diteruskan dengan merumuskan, menempatkan dan membatasi permasalahan atau kebutuhan tersebut, yaitu apa sebenarnya yang sedang dialaminya, bagaimana bentuknya serta bagaimana pemecahannya. v The Hypothesis, yaitu menyusun hipotesis. Pengalaman-pengalaman seseorang bergunaØ untuk mencoba melakukan pemecahan masalah yang sedang dihadapi. Paling tidak percobaan untuk memecahkan masalah mulai dilakukan sesuai dengan pengalaman yang relevan. Namun pada tahap ini kemampuan seseorang hanya sampai pada jawaban sementara terhadap pemecahan masalah tersebut, karena itu ia hanya mampu berteori dan berhipotesis. v Collection of Data as Avidance, yaitu merekam data untuk pembuktian. Tak cukup memecahkan masalahØ hanya dengan pengalaman atau dengan cara berteori menggunakan teori-teori, hukum-hukum yang ada. Permasalahan manusia dari waktu ke waktu telah berkembang dari sederhana menjadi sangat kompleks; kompleks gejala maupun penyebabnya. Karena itu pendekatan hipotesis dianggap tidak memadai, rasionalitas jawaban pada hipotesis mulai dipertanyakan. Masyarakat kemudian tidak puas dengan pengalaman-pengalaman orang lain, juga tidak puas dengan hukum-hukum dan teori-teori yang juga dibuat orang sebelumnya. Salah satu alternatif adalah membuktikan sendiri hipotesis yang dibuatnya itu. Ini berarti orang harus merekam data di lapangan dan mengujinya sendiri. Kemudian data-data itu dihubung-hubungkan satu dengan lainnya untuk menemukan kaitan satu sama lain, kegiatan ini disebut dengan analisis. Kegiatan analisis tersebut dilengkapi dengan kesimpulan yang mendukung atau menolak hipotesis, yaitu hipotesis yang dirumuskan tadi. v Concluding Belief, yaitu membuat kesimpulan yang diyakini kebenarannya. BerdasarkanØ hasil analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya, maka dibuatlah sebuah kesimpulan, dimana kesimpulan itu diyakini mengandung kebenaran.v General Value of The Conclusion, yaitu memformulasikan kesimpulan secara umum. Konstruksi dan isiØ kesimpulan pengujian hipotesis di atas, tidak saja berwujud teori, konsep dan metode yang hanya berlaku pada kasus tertentu – maksudnya kasus yang telah diuji hipotesisnya – tetapi juga kesimpulan dapat berlaku umum terhadap kasus yang lain di tempat lain dengan kemiripan-kemiripan tertentu dengan kasus yang telah dibuktikan tersebut untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang.Proses maupun hasil berpikir refleksi di atas, kemudian menjadi popular pada berbagai proses ilmiah atau proses ilmu pengetahuan. Kemudian, tahapan-tahapan dalam berpikir refleksi ini dipatuhi secara ketat dan menjadi persyaratan dalam menentukan bobot ilmiah dari proses tersebut. Apabila salah satu dari langkah-langkah itu dilupakan atau dengan sengaja diabaikan, maka sebesar itu pula nilai ilmiah telah dilupakan dalam proses berpikir ini. SUMBER : rom wandykumis’s blog
SILOGISME KATEGORIAL
SILOGISME KATEGORIAL A. SILOGISME SEBAGAI BENTUK HASIL PENALARAN DEDUKTIF Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang didasarkan atas pernyataan – pernyataan ( proposisi yang kemudian disebut premis ) sebagai antesedens ( pengetahuan yang sudah dipahami ) hingga akhirnya membentuk suatu kesimpulan ( keputusan baru ) sebagai konklusi atau konsekuensi logis. Keputusan baru tersebut selalu berkaitan dengan proposisi yang digunakan sebagai dasar atau dikemukakan sebelumnya. Oleh karena hal tersebut peru dipahami hal – hal teknis berkaitan dengan silogisme sehingga penalaran kita benar dan dapat diterima nalar. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan konsep – konsep berikut ini : 1) Pernyataan pertama dalam silogisme disebut premis mayor, sedangkan pernyataan kedua disebut premis minor 2) Dalam silogisme hanya terdapat 3 term ( batasan ) yaitu: a. Term I adalah Predikat dalam premis mayor ( B ) b. Term II adalah Predikat dalam premis minor ( C ) c. Term III adalah Term yang menghubungkan anatara premis mayor dan premis minor ( A ) 3) Dalam sebuah silogisme hanya ada 3 proposisi, yaitu : premis mayor, premis minor, dan kesimpulan 4) Bila kedua premis negative, tidak akan ditarik kesimpulan 5) Bila salah satu premisnya negative, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih 6) Bila salah satu premis particular, kesimpulan tidak sahih 7) Kedua premis tidak boleh particular 8) Rumus PM ( premis mayor ) : A = B Pm ( premis minor ) : C = A Kesimpulan : C = B B. MACAM – MACAM SILOGISME Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subyek dalam kesimpulan disebut premis minor. Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Kerbau termasuk mamalia. Jadi, kerbau : binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Yang perlu dicermati adalah bahwa pola penalaran tersebut dalam kehidupan sehari – hari kita tidak demikian Nampak, entah di realita pembicaraan sehari – hari, lewat surat kabar, majalah, radio, televise, dan lain – lain. Oleh sebab itu dalam menyimak atau mendengarkan atau menerima pendapat seseorang kita perlu berpikir kritis melihat dasar – dasar pemikiran yang digunakan sehingga kita dapat menilai seberapa tingkat kualitas kesahihan pendapat itu. Dalam hal seperti ini kita perlu menentukan : 1) Kesimpulan apa yang akan disampaikan 2) Mencari dasar – dasar atau alas an yang dikemukakan sebagai premis – premisnya 3) Menyusun ulang silogisme yang digunakannya , kemudian melihat kesahihannya berdasarkan ketentuan hukum silogisme Berdasarkan hal tersebut tentu saja kita akan mampu melihat setiap argument, pendapat, alasana atau gagasan yang kit abaca atau dengar. Dengan demikian, secara kritis kita mengembangkan sikap berpikir kea rah yang cerdik, pintar, arif dan tidak menerima begitu saja kebenaran / opini yang dikemukakan pihak lain. Berdasarkan hal inilah akhirnya kita mampu menerima, meluruskan, menyanggah atau menolak suatu pendapat yang kita terima. C. SILOGISME TERSUSUN Dalam praktk kehidupan sehari – hari bentuk dilogisme di atas ( kategorial ) sering tidak diikuti sebagaimana mestinya, melainkan diambil jalan pintas demi lancar dan cepatnya komunikasi antar pihak. Berikut ini bentuk bentuk ynag dimaksud yang sebenarnya merupakan perluasan atau penyingkatan silogisme kategorial, yaitu : 1) Epikherema Epikherema merupakan jabaran dari silogisme kategorial yang diperluas dengan jalan memperluas salah satu premisnya atau keduanya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan menambahkan keterangan sebab, penjelasan sebab terjadinya, keterangan waktu, maupun pembuktian keberadaannya. Perhatikan contoh berikut ; “Semua pahlawan bersifat mulia sebab mereka selalu memperjuangkan hak milik bersama dengan menomorduakan kepentingan pribadinya. Sultan mahmus Badaruddin adalah pahlawan. Jadi, sultan Mahmud Badaruddin itu mulia .” “Semua orang nasionalis adalah pejuang sebab mereka senantiasa bekerja tanpa kehendak serta tidak menghalalkan segala cara. Didalam setiap kegiatan dan keterlibatan mereka yakini bawa Tuhan juga terlibat. Itulah sebabnya mereka menjunjug tinggi nilai – nilai kemanusiaan, keadilan , kebersamaan, dan keberbedaan. Bung Tomo adalah seorang nasionalis. Maka, ia seorang pejuang sejati. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa ada bagian ( premis ) tertentu yang diperluas dengan menambahkan keterangan alasan, bukti dan penjelasan sebagai pelengkap premis mayor. Pola silogistisnya tetap, hanya saja jumlah keterangan atau atribut yang memperkuat tak terbatas, asalkan memperkuat, mempertegas dan memperkelas premisnya. 2) Entimem Entimem merupakan bentuk singkat silogisme dengan jalan mengubah format yang disederhanakan tanpa menampilkan premis mayor. Bentuk silogisme ini bisa dimunculkan dalam 2 cara, yaitu : a. C = B karena C = A b. Karena C = A, berarti C = B Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format yang lebih detail bagian per bagian yang akan memperbanyak gagasan dan konsep. Hubungan logis memegang peran utama dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya, entimem dimulai dari kesimpulan, hanya saja ada alternative mengemukakan sebab untuk sampai kepada kesimpulan. Contoh : a. Imey memeng siswa yang amat baik masa depannya sebab ia bersekolah di SMA Bina Kerangka b. Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Hollywood? c. Teman sebangku itu amat pintar. Ia memeang dilahirkan dalam shio macan Bila kita cermati, ketiga contoh tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya. Setelah mengembalikan rangkaian silogismenya, kita lihat validitas – validitas premis terutama premis mayor sebagai dasar bernalar serta akurasi premis minornya untuk menarik kesimpulan. 3) Sorites Silogisme tipe ini snagat cocok untuk bentuk – bentuk tulisan atau pembicaraan yang bernuansa persuasive. Silogisme tipe ini didukung oleh lebih dari 3 premis bergantung pada topic yang dikemukakan serta arah pembahasan yang dihubung – hubungkan demikianrupa sehingga predikat premis pertama menjadi subyek premis kedua, predikat premis kedua menjadi subyek pada premis ketiga, predikat premis ketiga menjadi subyek pada premis keempat dan seterusnya. Hingga akhirnya sampailah pada kesimpulan yang diambil dari subyek premis pertama dan predikat premis terakhir. Pola yang digunakan sebagai berikt : S1……………………………………….. P1 S2……………………………………….. P2 S3……………………………………….. P3, dst Kesimpulan : S1………………………. P3 D. ASAS PENALARAN DALAM KARANGAN Aspek penalaran dalam karangan, yaitu: 1) Menulis sebagai hasil proses bernalar Menulis sebagai suatu keterampilan berbahsa merupakan hasil proses berpikir kita tentang sesuatu. Hal ini dapat kita mengerti tatkala kita akan mengemukakan pendapat kepada orang lain, misalnya saat berbicara dengan orang lain, pikiran kita berkonsenterasi, berproses kemudian menggunakan media bahasa lisan untuk mengemukakan gagasan. Hal ini pun juga terjadi tatkala kita menulis suatu topic. Untuk menulis suatu topic kita harus berpikir, menhubung – hubungkan berbagai fakta, membandingkan, mempertentangkan, mencari faktor penyebab dan akibatnya dan lain – lain. Dalam keseharian hidup kita pun saat dalam kondisi sadar dan terjaga kita senantiasa berpikir. Berfikir memang merupakan kegiatan mental kehidupan manusia. Saat itu pulalah timbul serangkaian fakta hasil pengalaman, pengamatan, percobaan, penelitian, dan referensi dlam urutan yang saling berhubungan serta bertujuan menarik kesimpulan yang terwujud dalam pendapat. Jenis berfikir seperti ini sudah merupakan kegiatan bernalar. Dan proses bernalar merupakan kinerja berfikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pendapat atau gagasan. Kegiatan ini bisa bersifat ilmiah atau tidak ilmuah. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan menjadi : a. Penalaran induktif Penalaran induktif adalah proses berfikir untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta – fakta yang bersifat khusus. Prosesnya disebut induksi. Penalaran induksi dapat berbentuk generalisasi, analogi, atau hubungan sebab – akibat. Generalisasi adalah proses berfikir berdasarkan hasil pengamatan atas sejumlah gejala dan fakta dengan sifat – sifat tertentu mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa itu. Analogi merupakan cara menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan terhadap sejumlah gejala khusus yang bersamaan. Hubungan sebab – akibat ialah hubungan ketergantungn anatara gejala – gejala yang mengikuti pola sebab – akibat, akibat – sebab, dan akibat – akibat. b. Penalaran deduktif Penalaran deduktif adalah cara berfikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Pernyataan tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan merupakan implikasi pernyataan dasar tersebut. Artinya apa yang dikemukakan dalam kesimpulan sudah tersirat dalam premisnya. Jadi proses deduksi sebenarnya tidak menghasilakn suatu konsep baru, melainkan pernyataan / kesimpulan yang muncul sebagai konsistensi premis – premisnya. 2) Penalaran dalam karangan Dalam praktek, proses penalaran tidak dapat terpisahkan dengan proses pemikiran. Tulisan merupakan perwujudan hasil kinerja proses berfikir. Tulisan yang baik, sistematik, dan logis mencerminkan proses berfikir yang baik juga. Begitu juga sebaliknya, tulisan yang kacau mencerminkan proses dan kinerja berfikir yang kacau pula. Karena itu pelatihan ketereampilan menulis pada hakekatnya merupakan hal pembiasaan berfikir / bernalar secara tertib dalam bahasa yang tertib pula. Suatu karya tulis merupakan hasil proses berfikir yang mungkin merupakan hasil deduksi, induksi, atau gabungan di antara keduanya. Suatu tulisan yang bersifat deduktif dibuka dengan suatu pernyataan umum berupa kaidaah, teori, peraturan atau pernyataan lainnya. Selanjutnya pernyataan tersebut dikembangkan dengan pernyataan – pernyataan atau rincian – rincian khusus. Sebaliknya, suatu karya tulis yang induktif dibuka dengan rincian – rincian khusus dan diakhiri dengan suatu kesimpulan umum atau generalisasi. Gabungan antara keduanyan dimulai dengan pernyataan umum yang dikemukakan sebelumnya. Ssecara praktis proses penalaran deduktif dab induktif dikembangkan dalam bentuk paragraph. Yang perlu diperhatikan adalah arah atau alur penalaran dan cara perwujudan dalam karya tulis. Hal tersebut sangat berhubungan dengan urutan pengembangan dan isi karangan. Pola pengembangan gagasan dapat dilakukan dengan: a. Urutan kronologis Urutan kronologis ditandai dengan penggunaan kata – kata seperti dewasa ini, sekarng, bila, sebelum, sementara itu, selanjutnya, dalam pada itu, mula – mula. Bentuk tulisan ini biasanya dipergunakan untuk memaparkan sejarah proses, asal – usul dan biografi / riwayat hidup. b. Urutan spasial Urutan spasial digunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan ruang. Biasanya dipakai dengan urutan waktu. Pola ini biasanya menggunakan kata – kata disini, disitu, di, pada, dibawah, diatas, ditengah, berhadapan, bertolak belakang, berseberangan dan lain – lain. c. Urutan alur penalaran Urutan penalaran menghasilkan paragraph deduktif dan induktif. d. Urutan kepentingan Urutan kepentingan dikembangkan berdasarkan skala prioritas gagasan yang dikemukakan dari yang paling penting menuju yang penting ke uang kurang penting. Sumber : Diposkan oleh ARIS TEGUH BUDIMANTO di 02:08 Label: silogisme kategorial
SILOGISME KATEGORIAL
SILOGISME KATEGORIAL A. SILOGISME SEBAGAI BENTUK HASIL PENALARAN DEDUKTIF Silogisme merupakan suatu proses penarikan kesimpulan yang didasarkan atas pernyataan – pernyataan ( proposisi yang kemudian disebut premis ) sebagai antesedens ( pengetahuan yang sudah dipahami ) hingga akhirnya membentuk suatu kesimpulan ( keputusan baru ) sebagai konklusi atau konsekuensi logis. Keputusan baru tersebut selalu berkaitan dengan proposisi yang digunakan sebagai dasar atau dikemukakan sebelumnya. Oleh karena hal tersebut peru dipahami hal – hal teknis berkaitan dengan silogisme sehingga penalaran kita benar dan dapat diterima nalar. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan konsep – konsep berikut ini : 1) Pernyataan pertama dalam silogisme disebut premis mayor, sedangkan pernyataan kedua disebut premis minor 2) Dalam silogisme hanya terdapat 3 term ( batasan ) yaitu: a. Term I adalah Predikat dalam premis mayor ( B ) b. Term II adalah Predikat dalam premis minor ( C ) c. Term III adalah Term yang menghubungkan anatara premis mayor dan premis minor ( A ) 3) Dalam sebuah silogisme hanya ada 3 proposisi, yaitu : premis mayor, premis minor, dan kesimpulan 4) Bila kedua premis negative, tidak akan ditarik kesimpulan 5) Bila salah satu premisnya negative, tidak dapat ditarik kesimpulan yang sahih 6) Bila salah satu premis particular, kesimpulan tidak sahih 7) Kedua premis tidak boleh particular 8) Rumus PM ( premis mayor ) : A = B Pm ( premis minor ) : C = A Kesimpulan : C = B B. MACAM – MACAM SILOGISME Silogisme kategorial disusun berdasarkan klasifikasi premis dan kesimpulan yang kategoris. Premis yang mengandung predikat dalam kesimpulan disebut premis mayor, sedangkan premis yang mengandung subyek dalam kesimpulan disebut premis minor. Semua mamalia binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Kerbau termasuk mamalia. Jadi, kerbau : binatang yang melahirkan dan menyusui anaknya. Yang perlu dicermati adalah bahwa pola penalaran tersebut dalam kehidupan sehari – hari kita tidak demikian Nampak, entah di realita pembicaraan sehari – hari, lewat surat kabar, majalah, radio, televise, dan lain – lain. Oleh sebab itu dalam menyimak atau mendengarkan atau menerima pendapat seseorang kita perlu berpikir kritis melihat dasar – dasar pemikiran yang digunakan sehingga kita dapat menilai seberapa tingkat kualitas kesahihan pendapat itu. Dalam hal seperti ini kita perlu menentukan : 1) Kesimpulan apa yang akan disampaikan 2) Mencari dasar – dasar atau alas an yang dikemukakan sebagai premis – premisnya 3) Menyusun ulang silogisme yang digunakannya , kemudian melihat kesahihannya berdasarkan ketentuan hukum silogisme Berdasarkan hal tersebut tentu saja kita akan mampu melihat setiap argument, pendapat, alasana atau gagasan yang kit abaca atau dengar. Dengan demikian, secara kritis kita mengembangkan sikap berpikir kea rah yang cerdik, pintar, arif dan tidak menerima begitu saja kebenaran / opini yang dikemukakan pihak lain. Berdasarkan hal inilah akhirnya kita mampu menerima, meluruskan, menyanggah atau menolak suatu pendapat yang kita terima. C. SILOGISME TERSUSUN Dalam praktk kehidupan sehari – hari bentuk dilogisme di atas ( kategorial ) sering tidak diikuti sebagaimana mestinya, melainkan diambil jalan pintas demi lancar dan cepatnya komunikasi antar pihak. Berikut ini bentuk bentuk ynag dimaksud yang sebenarnya merupakan perluasan atau penyingkatan silogisme kategorial, yaitu : 1) Epikherema Epikherema merupakan jabaran dari silogisme kategorial yang diperluas dengan jalan memperluas salah satu premisnya atau keduanya. Cara yang biasa digunakan adalah dengan menambahkan keterangan sebab, penjelasan sebab terjadinya, keterangan waktu, maupun pembuktian keberadaannya. Perhatikan contoh berikut ; “Semua pahlawan bersifat mulia sebab mereka selalu memperjuangkan hak milik bersama dengan menomorduakan kepentingan pribadinya. Sultan mahmus Badaruddin adalah pahlawan. Jadi, sultan Mahmud Badaruddin itu mulia .” “Semua orang nasionalis adalah pejuang sebab mereka senantiasa bekerja tanpa kehendak serta tidak menghalalkan segala cara. Didalam setiap kegiatan dan keterlibatan mereka yakini bawa Tuhan juga terlibat. Itulah sebabnya mereka menjunjug tinggi nilai – nilai kemanusiaan, keadilan , kebersamaan, dan keberbedaan. Bung Tomo adalah seorang nasionalis. Maka, ia seorang pejuang sejati. Dari kedua contoh tersebut terlihat bahwa ada bagian ( premis ) tertentu yang diperluas dengan menambahkan keterangan alasan, bukti dan penjelasan sebagai pelengkap premis mayor. Pola silogistisnya tetap, hanya saja jumlah keterangan atau atribut yang memperkuat tak terbatas, asalkan memperkuat, mempertegas dan memperkelas premisnya. 2) Entimem Entimem merupakan bentuk singkat silogisme dengan jalan mengubah format yang disederhanakan tanpa menampilkan premis mayor. Bentuk silogisme ini bisa dimunculkan dalam 2 cara, yaitu : a. C = B karena C = A b. Karena C = A, berarti C = B Bentuk penalaran ini bisa dikembangkan dalam format yang lebih detail bagian per bagian yang akan memperbanyak gagasan dan konsep. Hubungan logis memegang peran utama dalam penalaran tipe ini. Pada umumnya, entimem dimulai dari kesimpulan, hanya saja ada alternative mengemukakan sebab untuk sampai kepada kesimpulan. Contoh : a. Imey memeng siswa yang amat baik masa depannya sebab ia bersekolah di SMA Bina Kerangka b. Orang itu pasti jagoan. Bukankah ia berasal dari Hollywood? c. Teman sebangku itu amat pintar. Ia memeang dilahirkan dalam shio macan Bila kita cermati, ketiga contoh tersebut dapat dilacak rangkaian silogismenya. Setelah mengembalikan rangkaian silogismenya, kita lihat validitas – validitas premis terutama premis mayor sebagai dasar bernalar serta akurasi premis minornya untuk menarik kesimpulan. 3) Sorites Silogisme tipe ini snagat cocok untuk bentuk – bentuk tulisan atau pembicaraan yang bernuansa persuasive. Silogisme tipe ini didukung oleh lebih dari 3 premis bergantung pada topic yang dikemukakan serta arah pembahasan yang dihubung – hubungkan demikianrupa sehingga predikat premis pertama menjadi subyek premis kedua, predikat premis kedua menjadi subyek pada premis ketiga, predikat premis ketiga menjadi subyek pada premis keempat dan seterusnya. Hingga akhirnya sampailah pada kesimpulan yang diambil dari subyek premis pertama dan predikat premis terakhir. Pola yang digunakan sebagai berikt : S1……………………………………….. P1 S2……………………………………….. P2 S3……………………………………….. P3, dst Kesimpulan : S1………………………. P3 D. ASAS PENALARAN DALAM KARANGAN Aspek penalaran dalam karangan, yaitu: 1) Menulis sebagai hasil proses bernalar Menulis sebagai suatu keterampilan berbahsa merupakan hasil proses berpikir kita tentang sesuatu. Hal ini dapat kita mengerti tatkala kita akan mengemukakan pendapat kepada orang lain, misalnya saat berbicara dengan orang lain, pikiran kita berkonsenterasi, berproses kemudian menggunakan media bahasa lisan untuk mengemukakan gagasan. Hal ini pun juga terjadi tatkala kita menulis suatu topic. Untuk menulis suatu topic kita harus berpikir, menhubung – hubungkan berbagai fakta, membandingkan, mempertentangkan, mencari faktor penyebab dan akibatnya dan lain – lain. Dalam keseharian hidup kita pun saat dalam kondisi sadar dan terjaga kita senantiasa berpikir. Berfikir memang merupakan kegiatan mental kehidupan manusia. Saat itu pulalah timbul serangkaian fakta hasil pengalaman, pengamatan, percobaan, penelitian, dan referensi dlam urutan yang saling berhubungan serta bertujuan menarik kesimpulan yang terwujud dalam pendapat. Jenis berfikir seperti ini sudah merupakan kegiatan bernalar. Dan proses bernalar merupakan kinerja berfikir yang sistematik untuk memperoleh kesimpulan berupa pendapat atau gagasan. Kegiatan ini bisa bersifat ilmiah atau tidak ilmuah. Dari prosesnya, penalaran itu dapat dibedakan menjadi : a. Penalaran induktif Penalaran induktif adalah proses berfikir untuk menarik kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang berlaku umum berdasarkan atas fakta – fakta yang bersifat khusus. Prosesnya disebut induksi. Penalaran induksi dapat berbentuk generalisasi, analogi, atau hubungan sebab – akibat. Generalisasi adalah proses berfikir berdasarkan hasil pengamatan atas sejumlah gejala dan fakta dengan sifat – sifat tertentu mengenai semua atau sebagian dari gejala serupa itu. Analogi merupakan cara menarik kesimpulan berdasarkan hasil pengamatan terhadap sejumlah gejala khusus yang bersamaan. Hubungan sebab – akibat ialah hubungan ketergantungn anatara gejala – gejala yang mengikuti pola sebab – akibat, akibat – sebab, dan akibat – akibat. b. Penalaran deduktif Penalaran deduktif adalah cara berfikir dengan berdasarkan suatu pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan. Pernyataan tersebut merupakan premis, sedangkan kesimpulan merupakan implikasi pernyataan dasar tersebut. Artinya apa yang dikemukakan dalam kesimpulan sudah tersirat dalam premisnya. Jadi proses deduksi sebenarnya tidak menghasilakn suatu konsep baru, melainkan pernyataan / kesimpulan yang muncul sebagai konsistensi premis – premisnya. 2) Penalaran dalam karangan Dalam praktek, proses penalaran tidak dapat terpisahkan dengan proses pemikiran. Tulisan merupakan perwujudan hasil kinerja proses berfikir. Tulisan yang baik, sistematik, dan logis mencerminkan proses berfikir yang baik juga. Begitu juga sebaliknya, tulisan yang kacau mencerminkan proses dan kinerja berfikir yang kacau pula. Karena itu pelatihan ketereampilan menulis pada hakekatnya merupakan hal pembiasaan berfikir / bernalar secara tertib dalam bahasa yang tertib pula. Suatu karya tulis merupakan hasil proses berfikir yang mungkin merupakan hasil deduksi, induksi, atau gabungan di antara keduanya. Suatu tulisan yang bersifat deduktif dibuka dengan suatu pernyataan umum berupa kaidaah, teori, peraturan atau pernyataan lainnya. Selanjutnya pernyataan tersebut dikembangkan dengan pernyataan – pernyataan atau rincian – rincian khusus. Sebaliknya, suatu karya tulis yang induktif dibuka dengan rincian – rincian khusus dan diakhiri dengan suatu kesimpulan umum atau generalisasi. Gabungan antara keduanyan dimulai dengan pernyataan umum yang dikemukakan sebelumnya. Ssecara praktis proses penalaran deduktif dab induktif dikembangkan dalam bentuk paragraph. Yang perlu diperhatikan adalah arah atau alur penalaran dan cara perwujudan dalam karya tulis. Hal tersebut sangat berhubungan dengan urutan pengembangan dan isi karangan. Pola pengembangan gagasan dapat dilakukan dengan: a. Urutan kronologis Urutan kronologis ditandai dengan penggunaan kata – kata seperti dewasa ini, sekarng, bila, sebelum, sementara itu, selanjutnya, dalam pada itu, mula – mula. Bentuk tulisan ini biasanya dipergunakan untuk memaparkan sejarah proses, asal – usul dan biografi / riwayat hidup. b. Urutan spasial Urutan spasial digunakan untuk menyatakan tempat atau hubungan dengan ruang. Biasanya dipakai dengan urutan waktu. Pola ini biasanya menggunakan kata – kata disini, disitu, di, pada, dibawah, diatas, ditengah, berhadapan, bertolak belakang, berseberangan dan lain – lain. c. Urutan alur penalaran Urutan penalaran menghasilkan paragraph deduktif dan induktif. d. Urutan kepentingan Urutan kepentingan dikembangkan berdasarkan skala prioritas gagasan yang dikemukakan dari yang paling penting menuju yang penting ke uang kurang penting. Sumber : Diposkan oleh ARIS TEGUH BUDIMANTO di 02:08 Label: silogisme kategorial
Langganan:
Postingan (Atom)